Berita Perusahaan - 19 April 2022

Capacity Factor Pembangkit, Apa Pentingnya?

Tahukah Anda mengenai capacity factor dari suatu pembangkit listrik? Capacity factor atau CF merupakan perbandingan yang mengukur pembangkitan aktual dari pembangkit listrik dibandingkan dengan jumlah maksimum yang dapat dihasilkannya dalam periode tertentu tanpa gangguan apa pun.

Sebagai contoh, suatu pembangkit yang memiliki kapasitas DMN 100 MW beroperasi pada periode tertentu (1 tahun) selalu dengan kapasitas 100 MW, maka CF pembangkit  itu adalah 100%.

Singkatnya, capacity factor adalah perbandingan produksi yang real terjadi pada periode tertentu terhadap kemampuan produksi maksimal suatu pembangkit pada periode tersebut.

Pentingnya Capacity Factor

Capacity factor suatu pembangkit listrik merupakan bagian penting untuk memahami berapa banyak bahan baku yang dibutuhkan dan berapa banyak listrik yang benar-benar disalurkan oleh pembangkit listrik ke jaringan atau ke peralatan listrik di lokasi.

Berbagai aspek di dalam dan di luar sektor listrik bisa mempengaruhi capacity factor pembangkit listrik, misalnya kemampuan pembangkit untuk meningkatkan produksi listrik, permintaan jaringan, pemeliharaan pembangkit, ketersediaan bahan baku, dan berbagai hal lainnya.

Membangun sebuah pembangkit pastinya memerlukan biaya yang sangat besar. Oleh sebab itu, diperlukan perhitungan produksi minimal yang dibutuhkan agar break even point (titik impas penjualan dengan modal) atau BEP pembangkit tercapai.

Hal ini didapat dengan memperhitungkan Payback Period. Dengan menghitungnya, akan diketahui tingkat produksi minimal dalam periode tertentu (mis. satu tahun) agar BEP terpenuhi.

Perhitungan ini pun tentunya melibatkan biaya operasional, pemeliharaan rutin, dan berbagai biaya lain. Oleh sebab itu, capacity factor berperan penting karena CF-lah yang dapat mengukur kemampuan operasi pembangkit listrik.

CF, EAF, dan EFOR

Sebelum membahas lebih jauh terkait capacity factor, ada baiknya jika Anda juga mengenal indeks lain seperti EAF atau Equivalent Availability Factor dan EFOR atau Equivalent Forced Outage Rate.

EAF merupakan faktor kesiapan pada unit pembangkit. EAF menghitung kesiapan pembangkit ketika pembangkit itu operasi atau stand by. Nilai EAF sendiri didapat dari perbandingan antara kesiapan pembangkit untuk beroperasi dibagi dengan waktu atau periode.

Sementara itu, EFOR berperan sebaliknya. Ia mengukur tingkat ketidaksiapan suatu unit pembangkit akibat adanya tenaga yang keluar secara paksa karena gangguan pada peralatan atau outage dan derating. Dapat dibilang, EFOR menjadi tinggi jika suatu pembangkit kerap mengalami gangguan.

Kaitan CF dengan EAF dan EFOR

Lalu, apa hubungannya antara capacity factor, EAF, dan EFOR? Tentunya, perhitungan ketiganya akan terkoneksi satu sama lain. Secara detail, simak uraian berikut:

  • Jika EFOR pada suatu pembangkit berada pada tingkat yang tinggi, otomatis EAF dan CF akan rendah. (EFOR berkaitan dengan gangguan pembangkit).
  • Apabila EAF berada di tingkat tinggi pada suatu pembangkit, bukan berarti CF juga akan bernilai tinggi. Namun, EFOR bisa dipastikan berada di tingkat rendah.
  • Saat CF suatu pembangkit bernilai tinggi, secara otomatis tingkat EAF pun akan tinggi dan EFOR rendah.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Saat pembangkit berada dalam kondisi operasi atau stand by, EAF mengukur kesiapan pembangkit tersebut. Jika capacity factor pembangkit listrik berada di tingkat 90 persen, sudah pasti kesiapan atau EAF-nya minimal 90 persen pula.

Sementara itu, 10 persen sisanya dapat berupa EFOR, RS, atau Load Demand.

Capacity factor pada dasarnya memang tidak akan bisa melebihi faktor ketersediaan (EAF) yang berhubungan dengan waktu aktif pembangkit selama periode tertentu. Sebab, kapasitas pembangkit listrik dibanding kesiapannya dapat berkurang karena beberapa hal lain.

Misalnya, seperti masalah kinerja pembangkit dan perawatan tidak terjadwal. Ada juga faktor-faktor lain seperti desain instalasi, lokasi pembangkit, jenis produksi listrik, hingga bahan bakar yang digunakan.

Dalam kasus pembangkit listrik energi terbarukan, faktor cuaca setempat pun dapat mempengaruhi capacity factor pembangkit meski EAF-nya cukup tinggi. Terlebih, capacity factor juga tunduk pada kendala peraturan dan kekuatan pasar yang mempengaruhi pembelian bahan bakar dan penjualan listrik.

Fungsi dan Skala Capacity Factor

Alasan capacity factor suatu pembangkit listrik menjadi penting adalah karena fungsinya yang cukup krusial dalam mengukur pekerjaan pembangkit. Secara sederhana, fungsi capacity factor ialah sebagai berikut:

  • Dapat dipakai untuk mengukur kemampuan operasi suatu pembangkit listrik.
  • Menjadi tolak ukur untuk pengembalian modal terkait BEP.
  • Capacity factor juga bisa digunakan untuk menilai kinerja lain dari pembangkit, khususnya EAF.

Capacity factor sering dihitung selama skala waktu satu tahun. Oleh sebab pembangkit listrik terkadang beroperasi kurang dari output yang terpasang, capacity factor tahunan dihitung berdasarkan ukuran berapa jam dalam setahun pembangkit listrik beroperasi dan berapa persentase dari seluruh produksinya.

Namun, penghitungan juga dapat dilakukan dengan periode sebulan untuk dapat mengetahui fluktuasi musiman suatu pembangkit. Bahkan, capacity factor pun dapat dihitung selama masa pakai sumber daya, baik saat operasional maupun setelah dekomisioning.

Besaran Capacity Factor pada Pembangkit

Besaran capacity factor sangat bervariasi menurut jenis pembangkit dan bahan bakarnya. Sebagai informasi, capacity factor rata-rata energi nuklir adalah di atas 90 persen. Artinya, pembangkit listrik tenaga nuklir rata-rata tetap beroperasi dan menghasilkan listrik hingga lebih dari 90 persen sepanjang waktu.

Secara umum, rata-rata besaran capacity factor untuk setiap pembangkit listrik adalah sebagai berikut:

  • Pembangkit listrik batubara sebesar 63,8%.
  • Pembangkit listrik nuklir sebesar 90,3%.
  • Pembangkit listrik tenaga air atau PLTA sebesar 39,8%.
  • Pembangkit listrik dengan energi terbarukan lainnya sebesar 33,9%.

Dalam konteks pembangkit listrik, contoh lain yang dapat menjadi gambaran, misalnya generator satu megawatt yang beroperasi pada kapasitas penuh. Pembangkit ini akan menghasilkan satu megawatt per jam (MWh) listrik setiap jam atau 8760 MWh dalam setahun.

Artinya, capacity factor yang akan dimiliki pembangkit tersebut adalah 100 persen. Sebaliknya pula, jika pembangkit hanya menghasilkan 5000 MWh listrik untuk satu tahun, maka capacity factor-nya adalah 57%.

Berbagai jenis pembangkit listrik memiliki capacity factor yang berbeda. Hal ini tergantung pada:

  1. Frekuensi pembangkit yang beroperasi.
  2. Ketersediaan bahan bakar yang dibutuhkan untuk beroperasi.
  3. Desain pembangkit listrik, serta
  4. Pelaksanaan perawatan dan perbaikan pada pembangkit.

Rumus Menghitung Capacity Factor Pembangkit

Terdapat beberapa cara untuk menghitung capacity factor pembangkit listrik. Hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

1. Capacity factor = Produksi kWh setahun

(daya terpasang MW x 8760 jam)

2. Annual Capacity factor = Pembangkit energi tahunan aktual

(daya terpasang MW x 8760 jam)

3. Capacity factor = Beban puncak x faktor beban

Kapasitas pembangkit

Konsultasikan Kapasitas Pembangkit Listrik Anda

Sewatama menyediakan layanan konsultasi untuk keperluan pembangkit listrik. Dengan pengalaman bertahun, kami menjamin kualitas penyediaan yang terpercaya untuk pembangkit listrik Anda.

Selain itu, kami juga memiliki layanan sewa genset kapasitas besar. Bekerja dengan cepat dan dapat diandalkan, jangan ragu untuk menggunakan layanan kami.

Berita & Update Lainnya

Kebutuhan listrik di tanah air semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini te...
Punya back up genset, bukan berarti pasokan listrik di jamin aman. Agar tetap pr...

Beri tahu apa yang Anda butuhkan

Kami akan membantu memberikan solusi untuk anda